Tuesday 18 February 2014

Jodoh Version

Nemu artikel ini di Facebook pas buka catatan-catatan jaman gue masih alay dulu (mungkin sampe sekarang, entahlah). Nih gue share lagi, kali aja bisa bikin ketawa (atau mungkin juga ngga, yauda sih). Nih!

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, Jauhkanlah. (edisi wajar)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, Tolong dibantu yak! Bimsalabim jadi apa prok 3x! (edisi Pak Tarno)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, tolong dicek lagi ! Mungkin salah baca. (edisi ngotot)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, TER LA LU… (edisi Bung Rhoma)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, tolong isi pulsa mama yaaaa. (edisi penipu)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, temennya lucu juga. (edisi nawar)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, pecahkan saja gelasnya biar ramai. (edisi Rangga)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, ya sudahlah… (edisi Bondan)

ya Tuhan.. jika dia jodohku, dekatkanlah. ..kalau dia bukan jodohku . .Dari dulu beginilah cinta, , sungguh deritanya tiada akhir (Edisi Pat Kay)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, lindungilah dia! Jangan sampai dia tertukar ato hilang. (edisi sendal saat Shalat Jumat)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, Prikitiew…(Edisi Sule)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku APAAN TUUH ! (versi Jaja Miharja)

Ya Tuhan kalo dia jodohku maka dekatkanlah , jika bukan biar hujan menghapus jejakmu (versi peterpan)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, Kami menuntut perubahan..! (edisi mahasiswa
demo)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. kalau dia bukan jodohku, berarti kena zonk! (edisi super deal)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku,dekatkanlah…klo bukan jodohku,yang lain pasti ketinggalan (edisi iklan yamaha)

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, maka dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, aduuuuh… ga gini2 juga kaleeeee… (versi sketsa )

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Karena aku ingin menjadi yang halal bagimu… (edisi Ayat-ayat cinta )

Ya Tuhan… kalau dia jodohku, dekatkanlah. Kalau dia bukan jodohku, SALAH GUE?!! SALAH TEMEN-TEMEN GUE? (edisi AADC)
Share:

Monday 17 February 2014

Pertemuan Terakhir dengan Nia


Pertemuan Terakhir dengan Nia

Setelah pertemuan kedua dengan Nia, tanpa terasa sekarang kita berdua udah gak sama-sama lagi. Iya. Hubungan kita udah berakhir. Gue juga bingung, apa yang membuat hubungan kita bisa kadaluarsa secepet ini.

Satu alasan dari Nia yang sampe sekarang gue gabakal pernah lupain waktu dia memutuskan hubungan yang gak lama ini. Satu alasan yang sampe sekarang sangat gabisa gue terima. Waktu itu gue inget, dia minta hubungan kita berakhir karena dia (katanya) gak boleh pacaran, sama orang tuanya. Entah emang bener perasaan gue atau apapun itu, gue ngerasa kandasnya hubungan ini gaada hubungannya sama apa yang Nia katakan. Walaupun gitu, kita masih berkomunikasi. Meskipun gak seintens seperti setelah kita saling meng-accept BBM satu sama lain waktu itu.

Waktu bergerak semakin maju dan frekuensi komunikasi yang kita lakukan sudah semakin berkurang, dan kita menjadi semakin menjauh. Selanjutnya, hidup berlalu begitu saja. Gue punya pacar, dia punya pacar. Gue putus, dia putus. Seperti dipercepat, satu tahun berlalu semenjak kita saling mengucap janji untuk bersama, semenjak gue usap poni lembut didahinya sebagai tanda rasa sayang gue setelah kata ‘iya, aku mau’ yang terucap dari bibirnya.

Suatu malam, ketika gue lagi duduk didepan notebook dengan sebuah jendela browser membuka Twitter, gue merasa ada sesuatu yang berbeda waktu itu. Blackberry disamping notebook gue bunyi, tanda ada sebuah pesan di BBM yang dateng. Gue hanya berharap itu sebuah broadcast message gak penting dari ABG-ABG yang baru megang BB. Tapi entah ada sebuah magnet yang menarik tangan gue untuk segera membuka pesan itu. Entah karena rindu atau sesuatu gue rasa gue lagi berhalusinasi, pesan tersebut dari Nia.

Seperti terhempas ke masa lalu, hal pertama yang gue lakukan sama seperti waktu pertama kali gue mendapat balesan dari Nia, penuh semangat. Sebuah pesan singkat yang membuat gue melupakan segalanya, dan seperti dulu, langsung fokus mencari topik obrolan apa yang harus gue temukan.

Ketika dua orang yang dulu pernah bersama kembali menjalin sebuah komunikasi, hal yang paling sering dibicarakan adalah kenangan. Persis seperti apa yang gue dan Nia lakuin saat ini. Kita berdua saling mengungkapkan apa yang kita ingat.

‘kamu inget nggak gimana pertama kali kita kenalan dulu’, kata Nia diseberang sana.

‘hm, inget, dikit’ padahal, gue inget semuanya.

Gue inget semua detail kecil yang bahkan mungkin dia lupa. Gue inget gimana gue nebak dengan benar ketika dia dateng ke restoran junk food tempat kita pertama kali bertemu. Gue inget jaket pink yang dia pake.

Gue juga inget gimana gue selalu mencoba untuk membuat dia ketawa, yang sebenernya itu hanya taktik gue untuk terlihat tidak canggung. Taktik yang gue gunakan untuk menutupi sedikit demi sedikit perasaan gue, agar tidak terlalu muncul ke permukaan, agar tidak membuat dia jadi ikutan canggung. Gue inget, disela-sela obrolan yang kita lakukakn gue meyakinkan diri kalo ini bukanlah mimpi. Bahkan, gue inget sepatu buduk yang gue kenakan.

Gue inget dua buah cheeseburger dan dua mocca float yang kita pesen waktu itu. Gue juga inget kita pindah dari lantai dua ke lantai satu karena ada segerombolan anak SMA yang baru akil balik. Gue inget semuanya.

Setelah beberapa kenangan yang kita bicarakan, topik yang kita bahas jadi berubah sedikit lebih galau. Nia bercerita soal putus cinta yang baru dia alamin beberapa hari sebelumnya. Dimana pacarnya yang anak family-family apalah itu dia tinggalin, karena dia ngerasa kalo dia gak cocok. 

Obrolan-obrolan soal kisah cinta itu berlanjut, entah siapa yang memulai, kita akhirnya mendapat sebuah kesepakatan untuk bertemu. Entah apa yang meracuni pikiran kami, sehingga kami bisa saling mengucap rindu satu sama lain. Perasaan memang tidak bisa ditutupi, setahun setelah hubungan kandas yang berumur kurang dari sebulan itu, setelah pertemuan kedua yang kita lakukan itu, kita akan bertemu lagi.

Disini gue sekarang, menunggu dia didepan komplek perumahan dia. Dibawah gapura yang sudah layak untuk dicat ulang dihampir seluruh sisinya. 15 menit berlalu setelah pesan dari dia yang menandakan jika dia sedang menuju kearah tempat gue nunggu. Dari kejauhan gue lihat sebuah motor bebek hijau dengan pengendara seorang bapak paruh baya yang sedang membonceng seorang cewe yang gak asing lagi buat mata gue. Itu adalah Nia. Setelah itu, yang kita lakukan adalah saling menyapa dan berpamitan pada Papa nya –bapak-bapak paruh baya yang bawa motor tadi-.

‘nonton? Mau nonton apa?’ jawab Nia setelah gue nawarin dia nonton.

‘em apa ya, liat nanti ajadeh disana’ jawab gue, seadanya.

Di tengah jalan, Nia terus protes soal motor gue. Waktu itu gue bawa motor Satria F dengan jok yang lebih mirip seperti prosotan anak TK. Dan waktu itu dia bilang kalo malem itu dia ada janji sama temen-temennya. Sepertinya waktu masih cukup bagi kita berdua untuk saling menghapus rindu. Ditengah perjalanan, kita masih bingung, kemana kita tujuan kita pergi.

Setelah beberapa kali mempertimbangkan waktu, agar dia bisa membagi antara gue dan teman-temanya, kita sepakat untuk nonton. Kita lalu pergi ke sebuah Mall yang cukup terkenal didaerah Surabaya Timur. Waktu itu kita bingung, apa yang mau kita tonton. Akhirnya kita memilih sebuah film bergenre sci-fi dengan Tom Cruise sebagai pemeran utamanya.

Setelah menunggu beberapa menit, kita masuk ke studio tempat film yang kita pilih diputar. Waktu itu dia memakai dress tanpa lenga dengan motif bunga-bunga. Busana yang kurang cocok sama suasana didalem bioskop yang dingin ini. Beberapa kali gue tanya ke dia apa dia ngga ngerasa dingin. Beberapa kali pula gue berharap, dia paham dengan apa maksut gue. Sebuah modus norak yang ngga berhasil.

Sewaktu film mulai diputar, gue sebenernya ngga bisa kosentrasi untuk memahami isi dari film tersebut. Pandangan gue teralihkan dengan sebuah pemandangan yang lebih penting untuk dipahami. Secara diam-diam gue memandangi wajah Nia. Secara diam-diam gue sadar, apa yang membuat gue jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis disamping gue saat ini. Secara diam-diam juga gue kagum ketika melihat sesosok wajah cantik yang bisa bertambah sangat manis sewaktu tertawa setelah sebuah adegan didalam film mengejutkannya. Secara diam-diam lagi, gue sadar, gue jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya.

Gue masih inget satu: gimana caranya agar film ini tidak cepat selesai dan kita berdua tidak segera pulang.

Dan dua: bisa nggak moment ini selamanya.

Dua jam berlalu, film sudah berakhir. Ketika lampu mulai menyala sedikit-demi sedikit, ketika itu juga gue sadar, bahwa ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan. Lalu, beberapa saat setelah kesadaran gue kembali, gue kembali sadar akan suatu hal yang lain: ini mungkin kesempatan kedua yang diberikan semesta kepada gue untuk memperbaiki semuanya.

Beberapa saat setelah kita melangkah meninggalkan XXI, gue dan Nia sepakat untuk pergi ke salah satu restoran di sebuah hotel di pusat kota Surabaya. Disana, Nia mau ketemuan sama beberapa temen geng nya.

Setelah sampai ditempat tujuan, gue gak lupa bilang ke dia ‘makasih ya buat hari ini’ secara langsung. Dia pun bersikap sama. Selama beberapa detik, kita saling tersenyum tanpa ada kata sedikitpun. Setelah beberapa obrolan basa-basi, gue pamit pulang.

Setelah memastikan dia sampai ke dalam restoran dengan selamat, gue bergegas pulang. Sesampai dirumah gue check BBM, gak ada pesan. Gue berpikir ‘ah mungkin lagi seneng-seneng sama temen-temennya’. Satu jam, dua jam, tiga jam BBM tetap seperti semula. Tidak ada pesan.

Keesokan harinya gue kembali menghubungi dia, berbeda dari tadi malam, kali ini dia membalas pesan yang gue kirim. Tapi, gue rasa kali ini berbeda. Tidak seperti pada awalnya kita saling mengirim pesan setelah satu tahun lost contact, tidak ada gombalan-gombalan lucu, tidak ada kenangan-kenangan yang saling kita ceritakan, tidak ada kata-kata rindu. Setelah itu, frekuensi komunikasi kita kembali berkurang sedikit demi sedikit, lalu tanpa butuh waktu lama kembali menghilang begitu saja.

Sejak obrolan garing yang terakhir kali kita lakukan, gue sadar, bahwa cinta memang bisa datang kepada orang yang tepat dan disaat yang tepat. Namun gue lupa, kalo cinta bisa datang kepada orang yang tepat, tapi disaat yang tidak tepat. Gue gak sadar, bahwa Nia baru saja putus dengan pacarnya, yang jika dilogika dia gak bakal bisa secepat itu move on. Yang gue sadari juga, mungkin gue disini terlalu banyak berharap. Menyedihkan memang. Tapi apa mau dikata? Cinta bisa bikin kita lupa segalanya, termasuk lupa bahwa kita hanya perlu bangun dan sadar, kalo harapan yang kita inginkan terlalu tinggi. Kadang, seseorang memang buta, buta dalam melihat siapa yang sebenarnya tulus mencintai, dan yang sebenarnya hanya modus ingin menyakiti.

Dan gue juga sadar, tidak semua mantan bisa diharapkan. Apalagi diharapkan buat diajak balikan. Gue cuma bisa ketawa. Menertawai diri gue sendiri. Yang ngga pernah sadar, inilah kenapa namanya jatuh cinta: sebagian orang terbang terlalu tinggi mengikuti harapanya, dan jatuh terlalu keras karena ketinggian. Dan juga, orang yang sering jatuh cinta, seperti gue, pasti juga sering berharap. Yang dimana orang yang sering berharap biasanya akan sering kecewa.

Setelah ini, gue gak mau terus-terusan memikirkan semua hal tentang dia dan akhirnya menjomblo dalam waktu yang lama. Karena pada dasarnya, alasan kenapa orang lama menjomblo: cintanya habis di mantannya – kata Raditya Dika-. Masih banyak orang-orang diluar sana yang membutuhkan cinta gue, keluarga gue, temen-temen gue, dan sahabat-sahabat gue. Ya, masih banyak.

Dan semoga, setelah berakhirnya tulisan ini, aku bisa melupakan kamu.

Share:

Sunday 9 February 2014

Pertemuan Kedua dengan Nia


Pertemuan Kedua dengan Nia

Beberapa waktu setelah pertemuan pertama yang gue lakukan dengan Nia, kali ini kita punya rencana untuk melakukan pertemuan kedua. Yang dimana, pertemuan kedua ini begitu spesial bagi gue. Gue punya rencana, di pertemuan kita yang kedua ini gue udah nyiapin diri buat nembak dia. Finally.


Seperti saat kencan pertama, pagi itu gue gelisah. Gue gelisah karena gue akan bertemu Nia untuk yang kedua kalinya. Menyenangkan, tapi sekaligus menegangkan buat gue. Gimana seseorang yang uda gue taksir dalam waktu yang cukup lama, seseorang yang mampu menyita beberapa ruang dalam hati gue, dan menyita waktu hanya untuk memikirkan hal-hal yang kurang penting di mata orang lain seperti: dia punya rasa sama gue atau engga?


Yang lebih menegangkan lagi, pertemuan ini terasa sangat spesial karena rencana gue buat nembak dia. Entah berhasil, entah gagal. Sepertinya gue tetep dengan motto yang selalu gue camkan untuk urusan cinta kaya gini: apapun yang terjadi, terjadilah. Lebih membuat pusing lagi, gue gak tau apa yang harus gue pake supaya gue bisa lebih spesial dimata dia. Kenapa gue bingung cukup beralasan, gimana nggak, seorang yang modelnya kaya gue gini dipakein baju sebagus, sekeren, se-bermerek apapun pasti gabakal cocok. Setelah beberapa kali gue ganti baju, akhirnya gue nyerah. Gue lebih baik tampil apa adanya dia depan Nia nanti. Kan, i love you just the way you’re.


Waktu itu gue inget, kita janjian ditempat yang sama. Seperti waktu kita dulu pertama kali saling bertemu. Di sebuah kentucky fried chicken didaerah deket rumahnya. Gue juga inget, kita janjian bertemu pukul 10 pagi. Jarak antara rumah gue dengan tempat kita janjian lumayan jauh, karena itu gue berangkat lebih awal. Waktu itu Nia bilang kalo dia yang nunggu gue, katanya dia mau gantian.


Setelah gue memarkir motor, gue memberitahu dia bahwa gue udah dateng. Dia bilang kalo dia duduk di sofa didepan kasir tepat disamping jendela kaca. Setelah mencari-cari dan akhrinya ketemu, kita saling sapa. Karena didepan kasir terlalu ramai, dan kurang nyaman, gue ajak dia buat duduk di lantai dua. Gue masih inget, waktu itu kita memesan dua buah original burger dengan dua mocca float. Gue juga masih inget gimana manisnya dia waktu senyum didepan gue setelah kita memesan makanan itu. Entah apa alasan dia untuk melakukan hal itu, tapi gue percaya, sebuah senyuman tanpa alasan itu adalah sebuah pertanda baik.


Sesampai dilantai dua, kita berdua mencari tempat duduk yang kiranya nyaman untuk mengobrol. Waktu itu kita milih duduk disebuah sofa. Pada awalnya dia duduk di seberang gue, karena jarak sofa yang berhadapan agak lumayan jauh, akhirnya gue memutuskan untuk duduk disebelah dia. Sebuah modus yang cukup memalukan. Setelah saling merasa nyaman dalam hal duduk-dudukan ini, kita berdua saling menghela nafas. Nia masih tersenyum, sedangkan gue masih bingung untuk menentukan topik apa yang akan kita bicarakan. Karena pada dasarnya, semua topik yang pengen gue bicarain udah kita habisin semalem sebelum pertemuan kedua ini.


Gue baru inget, sebelum dia berangkat, dia sempet marah-marah. Bukan, bukan karena gue, tapi karena adiknya yang ngambek karena kakaknya mau pergi dan dia gak diajak. Gue buka obrolan dengan menanyakan kenapa dia marah-marah tadi pagi, dan seperti seharusnya, dia langsung menjawab pertanyaan gue dengan penuh semangat. Tanpa memberi sedikit ruang buat gue, bahkan hanya untuk berdehem sekalipun. Lucu. Di samping dia, gue susah berkonsentrasi untuk mendengarkan apa yang dia ceritakan soal adiknya. Perhatian gue lebih banyak tersita untuk memperhatikan muka Nia diam-diam. Ketika dia lagi masang muka cemberut sambil menggerutu ‘sebel deh’, gue melihat raut muka dia yang bertambah menjadi semakin manis. Berulang kali gue bersyukur, betapa beruntungnya gue bisa sedekat ini dengan orang yang membuat gue berfikir bahwa terkadang Tuhan itu tidak adil, menciptakan makhluk sesempurna ini.


Beberapa lama setelah obrolan-obrolan yang seluruhnya didominasi oleh Nia, gue sepertinya akan mengungkapkan apa yang gue rasakan selama ini. Sebuah rasa yang mungkin Nia udah tau, atau mungkin juga tidak. Sebuah rasa yang mungkin akan membawa kita menuju ke sebuah jenjang yang lebih dari sekedar kenalan yang kita lakukan dua minggu yang lalu. Yap, pacaran. Setelah beberapa persiapan selesai, ternyata malang tak dapat dihindari dan untung tak bisa diraih, setelah gue bersiap untuk bilang jujur sama Nia, segerombolan anak-anak sekolah naik ke lantai dua dan memilih duduk dideket tempat kita berdua duduk. Mereka gak hanya sekedar dateng, tapi sukses bikin gaduh lantai dua, yang tadinya tenang, tentram, dan damai ini. Apa yang mereka lakukan bener-bener bikin rencana gue bakal gagal, bayangin mereka pada teriak-teriak gajelas, kayang sana-sini, nari tor-tor, nari remo, nari saman. Rencana gue? Tragis.


Tapi, sepertinya Nia tau apa yang harus dilakukan. Dia ngajak gue turun, ke lantai satu. Waktu itu dia bilang, dia mau cari stop kontak buat ngecas Hp nya yang udah low baterai, sekaligus membeli pesanan yang dipesan adiknya sesaat sebelum dia berangkat. Akhrinya, kita memilih duduk di sebelah pojok disamping pintu kaca. Nia meminta ijin buat beli pesanan adiknya. Sekembali dia memesan, gue siap untuk melakukan misi terhebat dalam hidup gue. Nyali udah siap, kata-kata udah dipikiran, gue nembak dia.


Gue masih inget, gak banyak yang gue omongin waktu nembak dia, cukup: ‘mau nggak jadi pacarku?’, dan juga masih inget jelas dipikiran gue apa jawab Nia waktu itu, dia jawab: ‘serius? Tapi, rumah kita kan jauh?’. Sebuah alasan untuk mengulur sebuah kata ‘iya’ yang gak masuk akal. Dan, gue bingung kenapa waktu itu gue jawab ke dia kaya gini: ‘kan ada motor, jadi deket’, padahal gak nyambung abis.


Setelah beberapa kalimat untuk saling meyakinkan satu sama lain, gue inget Nia mengatakan dengan tulus sebuah kalimat ‘iya, aku mau’ dari bibirnya. Tulus, gue bisa liat itu dari matanya. Gue dengan sangat jelas inget gimana gue usap kepalanya sebagai tanda sayang yang gue tunjukkan untuk pertama kalinya kepada dia setelah dia mengiyakan pertanyaan gue soal jadian. Gue juga inget gimana mukanya yang berubah menjadi sedikit merah-merah malu. Manis.


Beberapa menit sebelum balik, dia bilang ‘sebentar lagi bakal hujan ya kayanya’ dan beberapa saat setelah itu, hujan turun. Gue masih inget diantara butiran-butiran hujan dijendela restoran  junk food hari itu, kami adalah dua orang yang tidak lagi sendirian. Gue masih inget, hari itu gue punya bidadari.


Seperti biasa, sesampai dirumah, gue check Blackberry gue, dan menemukan pesan dari Nia di BBM. Seperti biasa juga, dia bilang makasi buat hari ini. Yang lebih membuat gue senyum-senyum sendiri didalem kamar adalah personal message Nia dengan tulisan nama gue disana dan sebuah emoticon bunga, peluk, dan cium. Bahkan, sebuah emoticon pun bikin kita gak bisa bergerak dan berhenti senyum-senyum dalam waktu yang cukup lama.


Dan sesimpel itu, kita pacaran.

Sesimpel itu konspirasi semesta bekerja pada dua orang agar bisa saling jatuh cinta.
Share:

Monday 3 February 2014

Pertemuan Pertama dengan Nia



Pertemuan Pertama dengan Nia

Bagaimana kedua orang bisa saling jatuh cinta? Bagi sebagian orang, jatuh cinta bisa serumit perjuangan seseorang untuk membuat gebetannya jatuh cinta kepadanya. Bisa juga sesimpel hal seperti sekelas bareng, duduk sebangku, atau dikenalin sama temen. Seperti kedua orang tua gue, yang bertemu waktu mereka saling berusaha untuk membangun hidupnya masing-masing.
Gue selalu suka sama cerita-cerita bagaimana kedua orang bisa bertemu dan saling jatuh cinta. Bagaimana sebuah konspirasi yang diciptakan semesta sehingga kedua orang bisa saling bertemu dan saling jatuh cinta. Bahkan. Sebagian orang bisa sampai 
menikah dengan cinta pertamanya.


Bagaimana semesta berkonspirasi untuk membuat orang bisa saling jatuh cinta juga pernah gue rasain. Bagaimana sesmesta berkonspirasi untuk membuat gue bisa jatuh cinta dengan seorang Nia. Gadis yang usia nya beda 2 tahun dari gue. Waktu itu gue kelas XII dan Nia baru saja masuk ke SMA, kelas X. Bahkan sekolah dia juga beda dari gue.


Semesta sudah mengatur, bagaimana seseorang bisa jatuh cinta, bahkan apa yang kita lakukan untuk bisa saling jatuh cinta seolah-olah tanpa beban, tanpa usaha. Pada awalnya kita belum tau satu sama lain sebelumnya. Seperti biasa, gue minta beberapa temen untuk mencarikan beberapa kenalan untuk bisa gue jadiin pacar. Sepertinya semesta mengetahui rencana apa yang gue pengen, maka seorang teman bernama Lita dengan dermawan menawarkan ingin mengenalkan gue pada seorang cewek yang dia bilang cantik. Karena gue jomblo dan lagi pengen punya pacar, gue dengan semangat mengatakan kalo gue pengen kenalan sama temen si Lita. Dan setelah itu, semesta melakukan kebesaranya.


Lita mengirim pin bbm si Nia kepada gue. Dan beberapa obrolan dengan Lita yang cukup meyakinkan gue dan Nia untuk saling berkenalan, akhirnya kita saling meng-add BBM satu sama lain.

Setelah saling meng-accept BBM satu sama lain, gue lihat display picture nya. Terlihat dari fotonya, dia emang bersinar. Bersinar seperti seharusnya. Waktu itu gue inget sebuah chat berisi satu kata “halo”  dari gue. Dia langsung bales. Lalu langsung fokus, gue cari kira-kira topik apa yang bisa bikin kita bisa melangkah lebih jauh dari hanya sekedar berkenalan. Dan pada akhirnya, sebuah kata “good night”, walaupun dari orang yang baru kita kenal pun, bisa bikin susah tidur semaleman.


Chating di bbm yang kita lakuin uda semakin intens. Hampir tiap hari gue rasa intensitas chating kita semakin sering, dari mulai say morning  sampai  say night, dan begitu seterusnya. Seperti seharusnya, gue memang naksir, naksir berat sama dia. Mungkin memang takdir, atau mungkin semesta menginginkannya, gue rasa dia juga naksir sama gue. Terlihat dari gimana dia nulis bbm, dan gimana dia ngasih perhatian sama gue. Semesta bekerja dengan sangat baik waktu itu.


Dan setelah chatingan yang cukup lama, kita rasa kita berdua harus saling bertemu. Gue ajak dia ketemuan, dan dia menyanggupi ajakan gue tersebut. Gue inget, kita ketemuan di sebuah restoran junk food di daerah deket rumahnya. Waktu itu gue juga inget, gue sama sahabat gue, namanya Risky. Gue juga inget, gimana gembelnya gue waktu itu, gue make kemeja lengan panjang warna biru, dipadu celana panjang hitam, dan sepatu buduk yang uda gak layak pakai. Gue juga inget, gue nunggu di meja bagian luar. Gue bbm dia “aku uda sampe nih, kamu berangkat sana”, gue inget dia balesin “iya, on the way kesana”, gue bales “ati-ati dijalan, take your time”


Gue masih inget gimana gue bisa nebak dengan pas, seorang cewek berbadan kecil, ramping, berambut panjang, dengan jaket pink menaiki sebuah motor matic dateng ke restoran junk food dan memarkir motornya. Gue bener-bener ngerasa, itu adalah dia. Gak lama setelah itu dia bbm “aku uda sampai nih, kamu dimana?”,  lalu gue bales “aku duduk diluar, sama temen”, gak lama setelah itu dia dateng. Dari kejauhan gue liat dia, bersinar, seperti seharusnya.


Dengan jaket pinknya dia lihat ke gue, gue sapa dia “sini.”, dia lalu nyamperin gue. Gue sadar, Nia adalah seorang cewek dengan tubuh yang ideal dan wajah yang ideal. Kadang gue rasa, Tuhan masih menyelipkan seorang yang sempurna ke dunia ini. Atau mungkin, dia adalah bidadari yang menyamar menjadi seorang manusia. Gue gak ngerti. Dan, mungkin waktu itu Cuma 1 yang ada dipikiran gue: Kalo gue bisa dapetin dia, gue janji bakal selalu ngejaga dia apapun yang terjadi. Dan seperti janji saat pertama kali jatuh cinta pada umumnya, janji Cuma sekedar janji.


Setelah obrolan-obrolan yang kita lakukan, gue sadar. Gue sedang jatuh cinta, pada seorang yang sempurna, atau pada seorang bidadari yang menyamar ini. Waktu berlalu dengan cepat, tanpa kita sadari kita sekarang berubah menjadi dua orang yang bener-bener memiliki potensi untuk saling bersama. Yang mungkin sampe sekarang dia gak tau kalo dia uda menyelamatkan gue dari ketakutan gue selama ini, sendirian. Setelah obrolan yang kita lakukan selesai, gue pamit untuk pergi sama sahabat gue. Gue masih inget, waktu itu dia gak langsung pulang, dia masih di situ dengan beberapa temen yang secara gak sengaja ketemu disana.
Seperti kata orang, setelah kencan pertama terjadi, hal yang bisa meyakinkan kita jika orang yang kita ajak kencan tertarik sama kita adalah waktu dia mengirimkan pesan setelah sebuah kencan terjadi. Seperti “makasi ya buat hari ini”. Dan waktu itu, sesuai dengan apa yang gue harapin, Nia memberikan sebuah pesan itu melalui BBM-nya.


Dan memang jatuh cinta bisa dengan orang yang tepat. Dan di saat yang tepat.

Share: